Pahlawan Devisa dalam Perspektif Media (2011)

 

Abstrak

“Selamat Datang Pahlawan Devisa”, demikian bunyi spanduk  besar di ruang kedatangan internasional di Bandara Internasional Soekarno Hatta menyambut kedatangan TKI dari luar negeri.  Sayangnya fenomena kekerasan terhadap TKW terus muncul, sampai terjadi kasus Hukuman Mati terhadap TKW Ruyati di Arab Saudi pada tanggal 19 Juni 2011. Kasus Ruyati dianggap fenomenal dan mencoreng harga diri bangsa ini, karena itu pemberitaan media sangat intensif. Hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana kasus TKW dibingkai dan disuarakan oleh media melalui para narasumbernya, terutama narasumber perempuan? Penekanan pada  pentingnya kajian suara (aktivis dan politisi) perempuan karena kasus TKI lebih banyak menimpa atau melibatkan perempuan. Selain itu, studi sensitivitas gender dalam media perlu ditingkatkan karena perspektif tersebut bisa mewarnai pemberitaan. Teori yang digunakan adalah standpoint theory dan konsep feminist media. Data diperoleh dari pemberitaan koran Kompas, Media Indonesia dan Republika karena ketiganya memberitakan kasus Ruyati dan TKI lebih intensif dibandingkan dengan koran lain sejak tanggal 20 Juni sd 1 Juli 2011. Jumlah berita yang dianalisis ada 9. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Munculnya nada pesimis terhadap kinerja pemerintah dalam menyikapi kasus TKI. (2) Posisi perempuan sebagai narasumber jumlahnya jauh lebih sedikit dari narasumber laki-laki. Artinya secara kuantitatif, media massa masih belum menunjukkan pembelaan cukup berarti pada TKW. Kaum perempuan yang biasanya menjadi korban kekerasan tidak diberi posisi berarti untuk menyuarakan kepentingannya. (3) Nada suara narasumber laki-laki menekankan pembenahan di bidang politik, hukum dan ekonomi yang terkait dengan TKW, sedangkan kepedulian narasumber perempuan berfokus pada penyelamatan individu TKW seharusnya dilakukan melalui jalan pintas atau diplomasi tingkat tinggi. 

Kata kunci: News Sources, Media and Gender, Migrant Workers or TKI/TKW.

 

Catatan: Makalah ini diterbitkan di Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 9, Nomor 2, Mei – Agustus 2011 oleh Program Studi Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta dan Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi (ISKI).

 

Pahlawan Devisa dalam Perspektif Media

Abstract

“Welcome Home, Our State Revenue Heroes” was written on a big banner welcoming migrant workers  arriving at the arrival lounge of Soekarno Hatta International AirportIronically, despite the praise, violence affecting them prevails. No serious attention had been given to these cases, until we got struck by Ruyati’s recent execution which took place in Saudi Arabia, on the 19th of June 2011. This case was dragged right under the spotlight with the national media widely covering it, perceiving it as one that we all should be ashamed of. It is interesting therefore to study how the issue of female migrant worker has been framed and voiced in the media through the news sources, in particular the female ones. The emphasis shall be put on the study of the women politician’s and activist’s voices, since those workers have been more affected/ involved in cases related to violence. Also studies on media gender sensitivity have to be upscaled because its perspective could coloured the news coverages. The theoretical framework used as the main reference of this study includes the standpoint theory and feminist media concept. The theoretical framework used includes the standpoint theory and feminist media concept. The data was gathered from printed media coverage Kompas, Media Indonesia and Republika, , considering that those three media had been covering Ruyati’s case more intensively compared to other media. There were 9 news articles analyzed during the period of 20th June until 1st of July 2001. Findings show: (1) Voice of majority pessimised toward government’s responses given to female migrant workers related cases. (2) Low participation of women news sources compared to that of their male counterparts. Quantitatively, the media have not shown adequate defense toward women or migrant workers. Women who constitute the majority of the victims of violence have not been given a significant position to voice their interests. (3) Men’s voices emphasized on revision of regulations on politics, laws and economics related to TKW, while the women ones stressed on saving female migrant workers were supposed to be done through a short cut or high diplomacy.

 

Abstrak

“Selamat Datang Pahlawan Devisa”, demikian bunyi spanduk  besar di ruang kedatangan internasional di Bandara Internasional Soekarno Hatta menyambut kedatangan TKI dari luar negeri.  Sayangnya fenomena kekerasan terhadap TKW terus muncul, sampai terjadi kasus Hukuman Mati terhadap TKW Ruyati di Arab Saudi pada tanggal 19 Juni 2011. Kasus Ruyati dianggap fenomenal dan mencoreng harga diri bangsa ini, karena itu pemberitaan media sangat intensif. Hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana kasus TKW dibingkai dan disuarakan oleh media melalui para narasumbernya, terutama narasumber perempuan? Penekanan pada  pentingnya kajian suara (aktivis dan politisi) perempuan karena kasus TKI lebih banyak menimpa atau melibatkan perempuan. Selain itu, studi sensitivitas gender dalam media perlu ditingkatkan karena perspektif tersebut bisa mewarnai pemberitaan. Teori yang digunakan adalah standpoint theory dan konsep feminist media. Data diperoleh dari pemberitaan koran Kompas, Media Indonesia dan Republika karena ketiganya memberitakan kasus Ruyati dan TKI lebih intensif dibandingkan dengan koran lain sejak tanggal 20 Juni sd 1 Juli 2011. Jumlah berita yang dianalisis ada 9. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Munculnya nada pesimis terhadap kinerja pemerintah dalam menyikapi kasus TKI. (2) Posisi perempuan sebagai narasumber jumlahnya jauh lebih sedikit dari narasumber laki-laki. Artinya secara kuantitatif, media massa masih belum menunjukkan pembelaan cukup berarti pada TKW. Kaum perempuan yang biasanya menjadi korban kekerasan tidak diberi posisi berarti untuk menyuarakan kepentingannya. (3) Nada suara narasumber laki-laki menekankan pembenahan di bidang politik, hukum dan ekonomi yang terkait dengan TKW, sedangkan kepedulian narasumber perempuan berfokus pada penyelamatan individu TKW seharusnya dilakukan melalui jalan pintas atau diplomasi tingkat tinggi. 

Kata kunci: News Sources, Media and Gender, Migrant Workers or TKI/TKW.

Catatan: Makalah ini diterbitkan di Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 9, Nomor 2, Mei – Agustus 2011 oleh Program Studi Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta dan Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi (ISKI).

 

The Lacked Voice of Women

(A Study on Women Representation on Climate Change in Indonesian Media)

Abstract

This paper intends to analyze the picture or the portrait of the role and participation of Indonesian women in the global warming issues covered by the media. This study is important because the role of women in minimizing the impact of climate change is very big, although they are very seldom made resource people in the discussion of these issues, in spite of the fact that women reporters are currently increasing in number. The research questions in this study are: how media represents the role of women in global warming issues. Are there any differences between female and male journalists in framing the role and participation of women? Studies that discuss the importance of taking gender perspective into account need to be increased in number as this can improve the democracy climate within a country.The data collection has been done through content analysis and framing on the UNFCCC coverage of the 13th in Bali, 15th in Copenhagen and 16th by in Cancun. The results show that although the amount of female journalists has expanded in the last three years, unbiased news coverage or texts were not automatically ensured. Female journalist emphasized more on the existence of woman as real victim and significant actor for public empowerment by applying real actions, in order to overcome destructive impact. Meanwhile, male journalist did not emphasized in particular toward women position as victims or significant actors for empowering environment sector.

 

Keywords: climate change, environment, Indonesia, women and media,

Note: The paper was published on JRE On-Line Journal 2011 http://isaleh.uct.ac.za/JREpast.html/  .

 

Local Media Construction in Coverage of News on Global Climate

(A Study on the coverage of the 13th  and 15th UNFCCC in Two Indonesian Daily Newspapers)

 

Abstract 

No single country in the world is immune to the impacts of global warming, and one of the measures taken at the global level is to conduct UNFCCC. What really happened when a journalist must presented global warming issue? Global warming is an interconnected issue with other countries. Covering global warming becomes problematic for Indonesian journalists. An interesting subject to study is how local media present information on UNFCCC while still taking into account the local interests. This research is aimed to comprehend the role of Indonesian media which lacking of exposing environment issues. Data gathered through framing methods and depth interview toward environment desk reporters in an elite Indonesian media.  Research result show that reporters have constructed global warming issue in three terms: first, the phenomenon is considered as a problems  mathematically calculated; second, that the phenomenon could be a new source of fund for government within carbon trade scheme; third, that the solutions were depended on advanced countries’ good will.

Key:  Indonesian newspaper, climate change, news construction.

Note: The paper was published on JRE On-Line Journal 2010 Braga Portugal 2010. ISBN 987-0-6464704-5-0. http://isaleh.uct.ac.za/JREpast.html/   .

 

Perubahan Iklim di Media

(Sebuah Studi Terhadap Penyajian Kartun dalam Pemberitaan Konferensi Perubahan Iklim ke 15 di Kopenhagen)

Abstrak                 

Saat ini bangsa Indonesia, dan banyak bangsa lain, sedang dihadapkan pada krisis yang sangat besar dampaknya akibat perubahan iklim atau pemanasan global.  Krisis ini menimbulkan tsunami, longsor, sebaran penyakit, kekeringan,  banjir,  abrasi dan lain sebagainya yang umumnya mengenai kaum miskin dan mereka pula yang paling menderita.  Begitu banyak hal yang terkait dengan dampak pemanasan global yang perlu dipahami masyarakat, terutama pengambil keputusan di negara ini, namun sosialisasi terhadap masalah itu belumlah maksimal, dan kesadaran masyarakat akan dampak perubahan iklim pun masih rendah dan belum merata.

Media dianggap merupakan sarana yang paling cepat dalam mensosialisasikan berbagai masalah, termasuk dampak pemanasan global. Karena itu, perlu dilakukan studi yang terkait dengan pemberitaan masalah tersebut.  Hasil penelitian tentang pemberitaan UNFCCC atau COP di Kopenhagen tahun 2009 menunjukkan bahwa isu pemanasan global lebih banyak dilihat dari sudut pandang politik dan ekonomi yang cenderung menguntungkan kelompok yang dominan daripada kepentingan kelompok kecil. Hal ini bisa dimengerti mengapa masyarakat Indonesia belum memberi perhatian pada masalah non human sehingga isu lingkungan dan perubahan iklim belum dianggap penting. Bila diamati lebih lanjut, pemberitaan tersebut seringkali disertai dengan kartun non-human seperti binatang, pohon, tumbuhan. Dengan demikian, hal yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana Kompas mengkonstruksi isu pemanasan global di konferensi dunia itu dalam bentuk kartun? Penelitian ini penting, mengingat kajian media terhadap kartun, gambar atau foto dan juga non-human masih sangat terbatas dan perlu ditingkatkan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan kepada pelaku media untuk lebih giat mengembangkan jurnalisme lingkungan dan yang berpihak pada golongan lemah.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan analisis semiotika Barthes.  Hasil penelitian menunjukkan: Kartun memainkan peran penting dalam wacana publik terkait isu yang serius dan penting namun bisa disajikan secara lucu.  Selain itu, keberpihakan pada masyarakat lokal dan kelompok non-human seperti binatang, tanaman yang diberi warna cerah dan menarik, sementara itu gambaran tentang kelompok dominan seperti industriawan, pabrik diberi warna hitam kelabu dengan cerobong asap hitam pekat. Media juga lebih mudah mengekspresikan keberpihakan pada masyarakat kecil melalui kartun daripada berita, walaupun sebagian besar gambar yang disajikan tidak terlepas dari representasi kelompok dominan, seperti munculnya gambar pinguin, beruang kutub ataupun para industriawan. Di balik semua gambar yang ada, media bermaksud menggambarkan bahwa perubahan iklim tidak selalu disebabkan oleh fenomena perubahan alam, namun juga ulah manusia yang sering mendasarkan pemikirannya pada modernisasi negara maju yang cenderung memanfaatkan bahkan mengeksploitasi bumi.

Catatan: Makalah ini telah diterbitkan dalam Prosiding: Seminar Nasional Lingkungan Hidup. Living Green: Mensinergikan Kehidupan, Mewujudkan Keberlanjutan. UK Petra, Surabaya, 26 Mei 2011 ISBN 978-979-18106-4-7 .

Pendampingan Orang Tua ketika Anak Menonton Televisi

Keluarga dan televisi secara praktis tidak bisa dipisahkan karena perilaku menonton televisi merupakan kegiatan keluarga. Keluarga sangat tergantung pada televisi untuk informasi, hiburan dan juga untuk bahan diskusi atau conversation serta berbagai kegiatan psikologi sosial lainnya. Pada awal keberadaan televisi di Indonesia pertengahan tahun 1960an, televisi diletakkan di ruang keluarga atau di ruang tamu, namun saat ini sebuah rumah tidak jarang memiliki lebih dari sebuah televisi dan letak televisi bukan lagi di ruang keluarga melainkan di ruang tidur seiring dengan bertambahnya jumlah stasiun televisi  dan cable television.  

Pada umumnya keluarga menggunakan televisi sampai dengan tujuh jam sehari.  Ini berarti selain tidur dan pergi bekerja, maka menonton televisi merupakan aktivitas yang sangat tinggi.  Walaupun ada variasi jumlah jam menonton pada setiap keluarga, tapi ada sebuah pola yang sama di antara mereka.  Anak-anak yang berusia dua sampai lima tahun menonton televisi lebih kurang dua sampai tiga jam setiap hari.  Sedangkan anak-anak dari enam sampai duabelas tahun menonton lebih sedikit karena mereka menggunakan sebagian waktunya di sekolah.  Hal yang penting setelah menyadari pola atau perilaku menonton televisi dalam keluarga adalah kepedulian akan efek negatif tayangan televisi terhadap anak-anak.  Tidak sedikit asumsi yang menegaskan bahwa anak-anak yang menonton televisi lebih banyak, maka pengaruh negatif televisi pada anak-anak tersebut lebih besar pula dibandingkan dengan mereka yang menonton sedikit televisi.  Apapun, peran orang tua diperlukan sehingga orang tua bisa mencegah efek yang tidak diharapkan; dan hal ini disebut dengan istilah memediasi.

Continue reading

Media, Remaja dan Gaya Hidup Konsumtif

Tulisan ini dibuat karena keprihatinan penulis terhadap isi media yang semakin tidak memperhatikan unsur pendidikan dan etika, namun lebih mempertimbangkan unsur ekonomi atau keuntungan. Masalah ini muncul akibat persaingan dalam industri media yang semakin keras dalam memperebutkan kue iklan, dan pemilik media yang menggantungkan kontinuitas proses produksinya pada iklan berusaha memperhatikan permintaan iklan dan selera khalayak.

Pakar media kritis melihat peran media saat ini tidak lagi berfungsi sebagai pengamat lingkungan, memberi informasi, pengetahuan, mendidik, menghibur dan melakukan sosialisasi (Wright dalam Baran & Davis, 2009). Media disebut sebagai sarana  yang tidak bertanggung jawab karena mendistorsi fakta, mendorong kesadaran palsu, memanipulasi, mengeksploitasi seks, mengurangi kepekaan perilaku  agresif, melakukan homogenisasi, sebagai trendsetter dan menggunakan kekerasan sebagai solusi sebuah problem.

Continue reading

Pengaruh Iklan Terhadap Perilaku Anak-Anak

Anak-anak merupakan khalayak yang rentan terhadap pengaruh iklan televisi karena kemampuan kognitif mereka yang terbatas.  Karena keterbatasan inilah maka anak-anak merupakan kelompok yang sangat mudah dipersuasi dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua atau orang dewasa.  Dalam hal ini, anak-anak lebih percaya pada apa yang dikatakan oleh iklan dan mereka lebih mudah menerima persuasi iklan.  Sebuah studi di Australia membuktikan bahwa anak-anak berumur 9-10 tahun menganggap bahwa Ronald McDonald (Icon McDonald) merupakan orang yang paling tahu makanan apa yang terbaik bagi anak-anak. Karena itu ada baiknya kita memahami perlunya pembatasan iklan bagi anak-anak.  Walaupun jumlah jam iklan hanya 10.5 menit pada setiap satu jam program, namun pada akhir pekan jumlah jam iklan ini bisa meningkat 20%. 

Continue reading

Local Media Construction in Coverage of News on Global Climate: A Study on the Coverage of the 13th and 15th UNFCCC in Two Indonesian Daily Newspapers

Author: Billy K. Sarwono.

Abstract:

No single country in the world is immune to the impacts of global warming, and one of measures taken at the global level is to conduct UNFCCC.  An interesting subject to study is how local media present information on UNFCCC while still taking into account the local interests.  Data collection for this study was done through a framing analysis on the coverage of the 13th and 15th UNFCCC, supported by in-depth interview to learn about the underlining construction.  The analysis shows that news construction on UNFCCC tends to reflect the interests of the elite community group and sacrifice the interests of those without power.

This paper has been published by Journalism and Research Education (J&RE) Section – On-Line Journal, International Association for Media and Communication Research (IAMCR) , ISBN 978-0-6464704-5-0 .  http://isaleh.uct.ac.za/JREpast.html .

Conflict Concerning Female Journalists Existence in Media Industry: A Cultural Production Study on a Female Radio in East Java – Indonesia

Authors:  M.N.  Nina W. Krisanto & Billy K Sarwono (2006).

Jurnal Thesis. V:3, pages: 31-48. Publisher: Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP – Universitas Indonesia.

Abstract:

It is not sufficiently enough to understanding woman existence in media merely from the content of news or writing.  The way the production structure influenced encoding process is depended on capitalism culture and ideology uphold by the corporate, the society’s culture, and the role of the government in preserving patriarchal ideology.

The focus of this research is a problem which occurred in a radio segmented for and managed by women. The research is conducted on a female radio located in East Java-Indonesia, using cultural production approach and Gramscian thoughts on hegemony. The result shows that working women experience various conflicts over their existence as media workers. As they decided to go into media industry, these women had to face media nature which is masculine and capitalistic.  This condition puts up women workers to follow media capitalism which will certainly exploit them.  The conflict concerning their existence is not only happened in institutional levels, but also occurs in the society. As they grew up in a patriarchal society, their existence as media workers will not be appreciated as a significant mark for women movement. However, there is counter hegemony which can intercept hegemony of the dominant groups.